Gambar Sampul Bahasa Inggris · Unit 6 Disiplin Waktu
Bahasa Inggris · Unit 6 Disiplin Waktu
Tri Retno Murniasih, S.Pd. Drs. Sunardi, M.Pd.

24/08/2021 14:36:01

SMP 9 K-13

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

A.

Menyimpulkan Pesan Pidato/Ceramah/

Khotbah yang Didengar

Kemampuan apa yang harus kamu kuasai?

Setelah mempelajari materi dalam kompetensi dasar ini kamu diharapkan dapat:

1.

Mampu menemukan hal penting dalam pidato yang didengar

2.

Mampu menyimpulkan pesan pidato yang didengar

Unit

6

Disiplin Waktu

120

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia

pidato berarti pengungkapan

pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak.

Pidato juga dapat diartikan wacana yang disiapkan untuk diucapkan di

hadapan orang banyak. Ceramah diartikan pidato oleh seseorang di

hadapan banyak pendengar, yang membicarakan suatu hal. Sedangkan

Khotbah adalah pidato terutama yang menguraikan tentang ajaran agama.

Dari pengertian-pengertian itu dapat disimpukan bahwa antara pidato,

ceramah dan khotbah pada dasarnya memiliki persamaan yaitu

pengungkapan pikiran di hadapan orang banyak melalui ujaran dengan

cara-cara tertentu.

Dalam pelaksanaannya antara pidato, ceramah, dan khotbah terdapat

perbedaan. Perbedaan itu terletak pada komunikasi antara pembicara

dengan pendengar. Dalam pidato dan khotbah komunikasi cenderung terjadi

satu arah dari pembicara ke pendengar, sedangkan dalam ceramah sering

terjadi komunikasi du a arah atau komunikasi timbal balik.

Dalam berbagai acara dan kegiatan sering kita ikuti pidato, ceramah,

atau khotbah. Pidato sering kita ikuti dalam acara-acara resmi, misalnya

seminar, rapat pleno, pidato kenegaraan, dan lain-lain. Ceramah juga sering

diadakan untukacara-acara tertentu, misalnya ceramah tentang bahaya

Narkoba, ceramah tentang kedisiplinan berlalu lintas, dan lain-lain.

Sedangkan khotbah sering kita ikuti pada khotbah Jumat, khotbah di Gereja

dan lain-lain. Pada waktu mengikuti pidato, ceramah atau khotbah, kita

harus dapat mengambil intisarinya untuk dapat diterapkan dalam

kehidupan bermasyarakat, bernegara, maupun beragama agar kita dapat

menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik dan beriman kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Karena pentingnya materi ini, kamu harus mampu

menguasai kompetensi dasar ini dengan baik.

1. Menyimak Ceramah

Dengarkan baik-baik rekaman ceramah yang akan diperdengarkan oleh

Bapak atau Ibu Guru. Naskah ceramah berikut ini dapat digunakan sebagai

alternatif. Dengarkan pembacaan teks ceramah oleh Bapak/Ibu guru atau

salah seorang temanmu.

Sensitif terhadap Waktu

Saudara-saudara yang baik

Menunda amal kebaikan karena menantikan kesempatan yang lebih baik

adalah tanda kebodohan yang memengaruhi jiwa (Ibnu Atha’ilah)

Sesungguhnya waktu akan menghakimi orang yang menggunakannya. Saat

kita menyia-nyiakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang sia-sia.

Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan

menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula saat kita memuliakan

121

Disiplin Waktu

waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas

seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu.

Allah SWT menegaskan bahwa orang rugi itu bukan orang yang

kehilangan uang, jabatan atau penghargaan. Orang rugi itu adalah orang

yang membuang-buang kesempatan untuk beriman, beramal dan saling

nasihat-menasihati (QS Al Asher [103]: 1-3).

Saudara-saudara yang baik

Ciri pertama orang merugi adalah gemar menunda-nunda berbuat

kebaikan. Ibnu Athailah menyebutnya sebagai tanda kebodohan, “Menunda

amal kebaikan karena menantikan kesempatan yang lebih baik adalah tanda

kebodohan yang memengaruhi jiwa.

Mengapa orang suka menunda-nunda?

Pertama, ia tertipu oleh dunia. Ia merasa ada hal lain yang jauh berharga

dari yang semestinya dilakukan. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih

kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih

kekal. Demikian firman Allah dalam QS Al A’laa [87] ayat 16-17.

Kedua, tertipu oleh kemalasan. Malas itu penyakit yang sangat berbahaya.

Orang malas tidak akan pernah meraih kemuliaan di dunia dan akhirat. Tidak

ada obat paling manjur mengobati kemalasan, selain mendobraknya dengan

beramal.

Ketiga, lemah niat dan tekad, sehingga tidak bersungguh-sungguh dalam

beramal. Salah satunya dengan terus menunda. Seorang pujangga bersyair,

Janganlah menunda sampai besok, apa yang dapat engkau kerjakan hari ini.

Juga, Waktu itu sangat berharga, maka jangan engkau habiskan kecuali untuk

sesuatu yang tidak berharga.

Tidak sensitif terhadap waktu

Ciri kedua, tidak sensitif terhadap waktu. Islam memerintahkan kita untuk

sensitif terhadap waktu. Dalam sehari semalam tak kurang lima kali kita

diwajibkan shalat. Sehari semalam, lima kali Allah SWT mengingatkan kita

akan waktu. Shalat pun akan bertambah keutamaannya bila dilakukan di

masjid, berjamaah dan tepat waktu. Karena itu, orang-orang yang mendirikan

shalat, pasti memiliki manajemen waktu yang baik.

Sesungguhnya, kita hanya akan perhatian terhadap sesuatu yang kita

anggap penting. Demikian pula dengan waktu. Jika kita menganggap waktu

sebagai modal terpenting, maka kita akan sangat sensitif dan perhatian

terhadapnya. Kita tidak akan rela sedetik pun waktu berlalu sia-sia. Orang

yang perhatian terhadap waktu terlihat dari intensitasnya melihat jam. Ia

sangat sering melihat jam. Ia begitu perhitungan, sehingga kerjanya efektif

dan cenderung berprestasi. Penelitian menunjukkan semakin seseorang

perhatian dengan waktu, semakin berarti dan efektif hidupnya. Ia pun lebih

berpeluang meraih kesuksesan.

Orang sukses itu tidak sekadar punya kecepatan, namun ia punya

percepatan. Kecepatan itu bersifat konstan atau tetap, sedangkan percepatan

itu menunjukkan perubahan persatuan waktu. Artinya, orang sukses itu

senantiasa melakukan perbaikan. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.

Hal ini senada dengan sabda Rasulullah SAW bahwa orang beruntung itu

122

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

hari ini selalu lebih baik dari kemarin. Lain halnya dengan orang konstan;

hari ini sama dengan kemarin. Rasul menyebutnya orang rugi. Sedangkan

orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin disebut orang celaka.

Saudaraku, orang yang memiliki percepatan, hubungan antara prestasi

dengan waktu hidupnya menunjukkan kurva L. Dalam waktu yang minimal,

ia mendapatkan prestasi maksimal. Itulah Rasulullah SAW. Walau usianya

hanya 63 tahun, namun beliau memiliki prestasi yang abadi. Demikian pula

para sahabat dan orang-orang besar lainnya. Semuanya berawal dari adanya

sensitivitas terhadap waktu.

( KH Abdullah Gymnastiar )

Republika

, Jumat, 18 Mei 2007

2.

Mencatat Hal-hal Penting Informasi dalam Ceramah

a. Bentuklah kelompok diskusi yang terdiri atas empat atau lima

orang. Ketika kamu mendengarkan ceramah, catatlah hal-hal

penting yang terdapat dalam ceramah. Tulislah hal-hal penting

tersebut dengan kalimat yang singkat dan jelas. Diskusikan dalam

kelompokmu hal-hal penting yang terdapat dalam ceramah.

b. Selanjutnya salah satu wakil kelompok menuliskan hasil diskusi

kelompok dalam diskusi kelas mengenai ketepatan isi, struktur

kalimat, dan tanda bacanya. Sebelum diskusi kelas dimulai sekali

lagi akan diperdengarkan pidato berjudul “Menjaga Amanah”.

Tuliskan hasil diskusi kelas dalam kolom berikut ini!

Hal-hal penting dalam ceramah:

a. ..............................................................................

b. ..............................................................................

d. ..............................................................................

e. ..............................................................................

f. ..............................................................................

g. ..............................................................................

h. ..............................................................................

i. ..............................................................................

j. ..............................................................................

123

Disiplin Waktu

3.

Menyimpulkan Isi Ceramah

Berdasarkan hasil diskusi tentang hal-hal penting yang sudah kamu

temukan, sekarang susunlah paragraf yang dikembangkan secara utuh dan

padu sehingga menjadi sebuah kesimpulan pidato yang kamu dengarkan.

Kesimpulan isi ceramah:

............................................................................................................................

............................................................................................................................

............................................................................................................................

............................................................................................................................

Tugasmu selanjutnya adalah membacakan secara individu hasil

simpulan isi ceramah secara bergiliran! Pada saat temanmu

membacakan hasil simpulan, tugas kamu memperhatikan

kesesuaian isi dan penggunaan struktur kalimat! Kemudian berilah

komentar terhadap penampilan temamu!

Bagaimana kemampuan menyimakmu sekarang, makin baik

bukan? Tentu dengan makin banyak berlatih, makin baik

keterampilan yang kamu miliki. Keterampilan menyimak seperti

keterampilan yang lain, perlu sering dilatih agar kemampuan itu

makin meningkat. Menyimak pidato/ceramah/khotbah hampir

setiap kesempatan kamu lakukan, tetapi belum tentu kamu dapat

menyimak isinya denganbaik. Tidak jarang hal itu kamu lakukan

hanya sambil lalu, bahkan sambil melakukan kegiatan yang lain.

Padahal banyal hal penting yang dapat kamu ambil dari pidato/

ceramah/khotbah yang kamu ikuti. Untuk itu mulai sekrang kamu

harus dapat mengambil intisari dari pidato/ceramah/khotbah

yang kamu ikuti dengan baik.

124

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

B.

Berpidato/Berceramah/Berkhotbah

dengan Intonasi yang Tepat dan Artikulasi

Serta Volume Suara yang Jelas

Kemampuan apa yang harus kamu kuasai?

Setelah mempelajari materi dalam kompetensi dasar ini kamu diharapkan dapat:

1.

berpidato berdasarkan kerangka pidato dengan intonasi yang tepat serta

artikulasi dan volume suara yang jelas

2.

mengungkapkan isi pidato khotbah

dengan ungkapan-ungkapan yang menarik

Pada pembelajaran yang lalu kamu sudah memahami pengertian

pidato/ceramah/khotbah, serta sudah dapat menemukan hal-hal penting

isi pidato/ceramah/khotbah kemudian menyimpulkan isinya. Pada suatu

waktu dan kesempatan, kalau kamu diminta untuk berpidato/berceramah/

berkhotbah apakah kamu sudah siap? Kalau belum kamu harus mengikuti

pembelajaran ini dengan baik.

1. Teknik Berpidato

a. Metode Impromptu

Impromptu atau mendadak adalah metode pidato yang dilakukan

secara tiba-tiba tanpa adanya persiapan sama sekali. Isi pembicaraan

sebaiknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang melatari

pertemuan tersebut.

b. Metode Ekstemporan

Metode ekstemporan dilakukan tanpa adanya naskah pidato, akan tetapi

pembicara masih mempunyai kesempatan untuk membuat kerangka

isi pidato. Metode ini sering digunakan oleh pembicara yang sudah

berpengalaman. Dengan metode ini suasana antara pembicara dengan

benar dapat terjadi komunikasi yang baik.

c.

Metode Membaca Naskah

Metode membaca naskah biasanya dilakukan untuk menyampaikan

pernyataan-pernyataan resmi: pidato kenegaraan, pidato sambutan

peringatan hari besar nasional, dan lain-lain.

d. Metode Menghafal

Dalam metode ini pembicara memiliki waktu yang cukup untuk

merencanakan, membuat naskah, dan menghafalkan naskah.

125

Disiplin Waktu

Seseorang dapat menjadi orator handal melalui proses yang panjang.

Kemahiran berpidato tidak datang begitu saja. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan agar dapat menjadi orang yang ahli berpidato. Hal-hal tersebut

antara lain sebagai berikut:

a. memiliki keberanian dan tekad yang kuat.

b. memiliki pengetahuan yang luas.

c.

memahami proses komunikasi massa.

d. menguasai bahasa dengan baik dan lancar.

e.

melalui pelatihan yang memadai.

2. Berpidato Berdasarkan Kerangka yang Telah

Dibuat dengan Intonasi yang Tepat serta Artikulasi

dan Volume Suara yang Jelas

Teknik-teknik pidato pada penjelasan di atas masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan. Bagi orang yang jarang berbicara di depan

umum sangat kesulitan menggunakan metode

impromptu

. Metode membaca

naskah dan menghafal mengurangi daya tarik dan kurangnya komunikasi

antara pembicara dengan pendengar. Metode ekstemporan dapat

menjembatani kelemahan ketiga metode tersebut.

Berpidato dengan metode ekstemporan dilakukan dengan cara membuat

kerangka isi pidato. Selain persiapan yang cukup, pembicara dapat

melakukan improviasasi untuk menghidupkan suasana.

Keberhasilan berpidato dapat ditunjang dengan beberapa hal, antara

lain intonasi, artikulasi, dan volume suara. Intonasi atau lagu kalimat dalam

berbicara dapat menimbulkan berbagai macam makna.

Kata “aduh” dapat berarti sakit, kagum, atau kaget sesuai dengan

intonasinya. Artikulasi yang menyangkut kejalasan vokal dan konsonan

dalam melafalkan kata-kata juga sangat penting untuk diperhatikan.

Keberhasilan pidato juga ditunjang dengan volume suara yang memadai

sesuai dengan situasi pendengar dan situasi ruangan atau tempat. Di

samping itu, jika pidato dilakukan dengan pengeras suara harus

memperhatikan volume suara serta jarak antara bibir dengan mikrofon.

126

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

Bacalah dengan cermat contoh teks pidato berikut ini!

SAMBUTAN

MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA

PADA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-78 TAHUN 2006

TANGGAL 28 OKTOBER 2006

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas perkenan-Nya kita kembali dapat memperingati Hari Sumpah

Pemuda ke-78 tahun 2006. Peringatan Sumpah Pemuda ke-78 kali ini terasa

istimewa maknanya karena masih berada dalam suasana hari raya Idul Fitri

1427 H, hari kemenangan bagi kita semua, untuk itu saya mengucapkan

Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.

Peristiwa Sumpah Pemuda 1928 adalah kesepakatan sosial dan

kesepakatan politik rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Peristiwa

Sumpah Pemuda itu mempunyai arti yang sangat penting dalam sejarah

perjalanan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Itulah sebabnya peristiwa Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober

senantiasa kita peringati sebagai wujud penghargaan kita kepada para

pejuang bangsa. Bung Karno pernah mengatakan, “Jangan sekali-kali kita

melupakan sejarah! Bagi siapa yang melupakan masa lalu, berarti dia akan

menjadi bayi seumur hidup”.

Hadirin peserta upacara yang saya hormati,

Peringatan Sumpah Pemuda Tahun 2006 ini mengambil tema yang

konstektual dengan era persaingan antar-bangsa sekarang ini, yakni

“MEMBANGUN PEMUDA KREATIF UNTUK BANGSA KOMPETITIF”. Tema

ini dapat menjadi inspirasi bagi para pemuda Indonesia untuk meningkatkan

kapasitas diri dan kapasitas profesionalnya untuk eksis di era persaingan

bebas.

Saat ini masih banyak persoalan yang melanda negeri ini mulai dari

persoalan ekonomi, sosial, politik, hukum, keamanan nasional, hingga

ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Menghadapi tantangan

kehidupan bangsa seperti itu, pemuda dituntut perannya menjadi katalisator

bagi persatuan bangsa. Hendaknya dicamkan bahwa persatuan nasional

merupakan asset terpenting bagi bangsa Indonesia untuk dapat tampil dalam

persaingan antar-bangsa di tengah era globalisasi.

127

Disiplin Waktu

Perlu dipahami bahwa Negara kita ibarat sebuah rumah besar yang di

dalamnya terdiri dari berbagai kamar. Ada kamar suku, ada kamar partai,

ada kamar agama, ada kamar kepentingan golongan dan kamar lainnya.

Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa sesungguhnya kamar-kamar itu berada di

dalam rumah besar yang mempersatukan kita, dimana kita harus keluar dari

kamar-kamar itu untuk menjaga keutuhan dan kekuatan rumah besar tersebut.

Rumah besar itulah yang kita sebut dengan NKRI.

Melalui peringatan Sumpah Pemuda ke-78 Tahun 2006, saya mengajak kita

semua untuk bersama-sama menemukan kembali kekuatan bangsa yang

dirasakan mulai meredup, antara lain menyangkut kesadaran kebangsaan, watak

atau karakter kebangsaan, tata nilai dan norma, serta budaya bangsa, sebagai

bangsa besar yang heterogen, dengan berbagai kearifan lokal yang kita miliki.

Hadirin yang saya hormati khususnya para pemuda,

Meneropong problematika kepemudaan di tanah air, kita mesti mengakui

bahwa masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus kita selesaikan, seperti

rendahnya akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan;

rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja pemuda; belum serasinya

kebijakan kepemudaan; rendahnya kemampuan kewirausahaan pemuda,

tingginya pengangguran; maraknya masalah sosial seperti kriminalitas,

premanisme, narkoba dan HIV/AIDS; dan pengaruh budaya asing.

Untuk itu perlu disadari bahwa problematika kepemudaan harus dapat

kita atasi secara bersama dengan melakukan berbagai upaya pemberdayaan

dan pengembangan pemuda dalam rangka meningkatkan daya saing agar

pemuda dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional dan mampu

bersaing dalam iklim kompetisi global.

Para pemuda harus menyadari bahwa daya saing harus terus menerus

dibangun di atas landasan kualitas personal menyangkut cara berpikir

wawasan, tingkah laku, integritas, moralitas, dan kemampuan beradaptasi

dengan nilai-nilai positif dari globalisasi. Kita berbangga hati karena sebagian

dari pemuda kita telah mengukir prestasi di berbagai bidang bahkan sampai

ke tingkat internasional, termasuk para pelajar/mahasiswa yang menjadi juara

dalam berbagai olimpiade dunia.

Pemuda mesti mampu mengembangkan talenta kreativitas, inovasi, dan

produktivitasnya. Sehingga pemuda menjadi insan pembangunan yang selalu

mengedepankan daya nalar, pikiran sehat, argumen berbasis pengetahuan dan

kompetensi demi kemajuan bangsanya. Kesemuanya itu menjadi landasan

untuk mencapai empat sasaran pokok yang harus diwujudkan dalam

pembangunan kepemudaan, yaitu: a). Pemuda yang bermental kuat dan

berakhlak mulia; b). Pemuda yang sehat fisik dan rohaninya; c). Pemuda yang

berpendidikan; dan d). Pemuda yang mampu menjaga persatuan dan kesatuan.

Hadirin yang saya hormati,

Pada kesempatan ini, secara khusus saya menyampaikan bahwa

Pemerintah melalui Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga sedang

memproses lahirnya Undang-Undang Kepemudaan. Saat ini telah disusun

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepemudaan yang sudah memasuki

tahapan pembahasan dan harmonisasi dengan segenap pemangku

kepentingan. Undang-Undang Kepemudaan ini kelak akan menjadi payung

hukum pembangunan kepemudaan di Indonesia. Semoga Undang-Undang

128

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

Kepemudaan ini segera terbit dan dapat membawa kemaslahatan bagi

pembangunan bangsa Indonesia khususnya di bidang kepemudaan.

Akhirnya, dengan berbekalkan rasa syukur kepada Allah SWT dan masih

di tengah suasana Idul Fitri 1427 H, dengan ini saya mengucapkan Selamat

Hari Sumpah Pemuda ke-78 Tahun 2006. Dirgahayu Pemuda Indonesia!

Billahittaufik walhidayah.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, 28 Oktober 2006

MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA RI

H. ADHYAKSA DAULT, SH, MSi

Diskusikan dalam kelompokmu hal-hal berikut ini!

a. Hal-hal apa saja yang harus ada dalam naskah pidato?

b. Tuliskan kerangka teks pidato di atas!

c. Setelah kamu tentukan kerangkanya, lakukan pidato secara

bergiliran berdasarkan kerangka yang kamu buat. Kamu juga dapat

membuat kerangka sendiri dengan tema lain yang kamu kuasai.

d. Sampaikan isi pidato dengan ungkapan-ungkapan yang menarik

sehingga terjadi komunikasi yang baik antara kamu dengan

pendengar.

Berikan penilaian terhadap penampilan temanmu dengan

menggunakan rubrik penilaian seperti berikut.

Rubrik Penilaian Berpidato

No. Aspek Penilaian

1

2

3

4

5 6

7

8

9 10 Skor

1 .

Keakuratan informasi

2.

Hubungan antar

informasi

3.

Ketepatan struktur

dan kosa kata

4.

Kelancaran

5.

Kewajaran urutan

wacana

6.

Gaya pengucapan

7.

Kesesuaian isi

dengan tema

(Nilai terendah 1, nilai tertinggi 10)

nilai = (jumlah skor : 7) x 10

= ........

129

Disiplin Waktu

Pengalaman apa yang kamu peroleh setelah mempelajari materi

pembelajaran ini? Bagaimana perasaanmu ketika praktik berpidato/

ceramah/khotbah di hadapan teman-temanmu? Apakah kamu

sempat grogi atau berdebar-debar? Jika masih seperti itu kamu perlu

banyak berlatih untuk mengatasi kendala itu. Berpidato/ceramah/

khotbah sebenarnya tidak sukar bukan? Asal kamu sering berlatih

tentu kamu akan dapat melakukannya dengan baik. Perlu latihan

dan kesungguhan untuk dapat menguasai kompetensi dasar ini.

C.

Mengidentifikasi Kebiasaan, Adat, Etika

yang Terdapat dalam Buku Novel Angkatan

20-30-an

Kemampuan apa yang harus kamu kuasai?

Setelah mempelajari materi dalam kompetensi dasar ini kamu diharapkan dapat:

1.

mengidentifikasi kebiasaan, adat, etika, cara menggunakan perasaan, pola pikir

yang terdapat dalam novel tahun 20-30-an

2.

mengaitkan isi novel dengan kehidupan masa kini

3.

mampu mengidentifikasi nilai historis dalam novel tahun 20-30-an

Hasil karya sastra merupakan cermin zamannya. Sastra yang diciptakan

pada masa sekarang tentu sangat berbeda dengan karya sastra yang

diciptakan pada tahun 20-an atau 30-an. Tahun 20-an atau 30-an

merupakan masa penjajahan sehingga karya sastra yang dihasilkan

menggambarkan kehidupan pada masa penjajahan dengan liku-likunya.

Kebiasaan, adat, dan etika yang dilukiskan pun merupakan pelukisan pada

masa itu. Dengan demikian kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir tokoh-

tokohnya tentu berbeda dengan novel yang diciptakan pada sekarang.

Namun demikian tentu saja masih banyak juga adat, kebiasaan, etika dan

pola pikir masa itu yang masih relevan dengan situasi sekarang.

Dengan mendalami kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang terdapat

dalam novel 20- atau 30-an kemudian membandingkan dengan situasi

sekarang, kita dapat melihat bagaimana perkembangannya sampai sekarang

ini. Hal ini penting dipelajari agar kita mampu mempertahankan nilai-nilai

yang baik dan relevan dengan sekarang dan menghindari atau menjauhi

kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir yang tidak sesuai dengan norma yang

berlaku di tengah-tengah masyarakat kita, baik nilai moral, sosial, maupun

nilai agama. Itu sebabnya kompetensi dasar ini penting untuk kamu kuasai

dengan baik.

130

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

1. Membaca Ringkasan Novel Angkatan 20-an atau

30-an

BERONTAK

Sesampai ke rumah gedang pula, mereka itu pun disambut oleh putri-

putri dan dayang-dayang dengan ratap tangis yang riuh rendah bunyinya.

Oleh karena itu pada malam itu jua tahulah sudah segala isi Kampung Hulu

akan kehilangan putri Ambun Suri yang tercinta itu. Semalam-malaman orang

tiada tidur sekejap jua, gempar terkejut dan turun-naik rumah gedang dengan

pikiran kacau: sedih, termangu, gugup, dan heran akan peristiwa yang tiada

disangka-sangka itu.

Pada keesokan harinya gelanggang lengang selengang-lengangnya. Tak

seorang jua yang ingat dan ingin hendak menyabung lagi. Laki-laki dan

perempuan berduyun-duyun menghiliri sungai sampai ke muara dan ke tepi

laut pula, akan mengulang mencari mayat sekali lagi. Beberapa nelayan yang

tengah asyik menangkap ikan ditanyai oleh mereka itu, tetapi seorang pun

tak ada yang dapat memberi keterangan yang agak jelas. Hanya dalam

percakapan dan bertanya-tanya apa sebab maka tuan putri sampai hanyut

itu, sekonyong-konyong mereka itu terkejut dan berpandang-pandangan. Pada

air muka dan cahaya mata masing-masing terbayanglah perasaan hatinya.

“Tak syak lagi,” kata seorang kepada temannya dengan berbisik-bisik.

“Apa?” kata teman itu dengan tercengang. “Fitnah?”

“Bukan, ya,—ulah cemburuan.”

“Siapa yang cemburu kepadanya?”

“Tentu saja putri... Kemala Sari! Siapa lagi?”

“Kita lihat kelak, kalau perkara itu tidak diusut dan diperiksa oleh

Sultan....”

“Ia sudah tahu?”

“Tentu saja! Niscaya hal itu sudah dipersembahkan Sutan Ali Akbar

kepadanya. Ingin hatiku hendak mendengar, bagaimana timbangan dan

pendapat sultan.”

Memang pagi-pagi benar Sutan Ali Akbar sudah pergi menghadap Sultan

Muhammad Syah di istana Kota Hilir. Dan baginda pun sangat terperanjat

mula-mula mendengar kabar kecelakaan itu. Seketika itu juga baginda bertitah

kepada perdana menteri akan mengerahkan rakyat menyertai orang Kampung

Hulu mencari tunangannya. Akan tetapi ketika nyata Ambun Suri tiada bersua

lagi, sedikit pun baginda tiada berusaha hendak menyiasat lebih lanjut. Tidak,

perkara itu didiamkan saja sebagai tak berharga dan tak patut disebut-sebut

menjadi rundingan. Kampung Hulu sudah sunyi, laksana negeri dialahkan

garuda. Rakyat yang selama ini bersuka ria dan riang, kebanyakan termangu-

mangu dan bermenungan. Gelanggang yang berakhir sesedih itu menjadi

buah keluh dan sikap sultan yang bagai acuh tak acuh itu pun menjadi buah

sungut dan berungut bagi mereka itu.

131

Disiplin Waktu

Rumah Raja di Hulu tiada berseri, tiada bersemarak sedikit jua lagi. Bunga-

bungaan dalam taman laksana layu, kemuning pautan kuda di halaman

sebagai tumbang dan rumah gedang seperti tak berhuni lagi. Anjung

kemuliaan sudah menjadi tempat sakti bagi Raja di Hulu dan putri Reno

Gading, tiada pernah dijejak dan ditempuhnya, tiada sekali jua dibukanya

pintu dan jendelanya.

Ayam penaik sudah hilang, bendul tiada berbuluk lagi! Sutan Ali Akbar

sudah berubah benar sifat dan tabiatnya. Siang hari tak pernah ia kelihatan,

tiada pernah bersua dengan sahabat kenalannya, tetapi malam hari ia

mengembara ke mana-mana dengan bersenjata sebelit pinggang. Malam ini ia

datang ke rumah si anu, malam lain ke rumah si polan, akan bercakap-cakap

dengan mereka itu. Asyik cakapnya, sungguh rundingnya, tetapi sekaliannya

itu selalu dilakukannya dengan berbisik-bisik dan ingat-ingat benar.

Ada kira-kira tiga pekan ia berlaku sedemikian. Hampir sekalian rumah

orang besar-besar dan ternama dalam daerah Inderapura sudah dinaikinya,

hampir sekalian mereka itu sudah dilawannya berunding dengan rahasia.

Pada suatu malam, ketika sesudah makan malam ia telah siap hendak

berangkat pula, berkatalah Raja di Hulu kepadanya, “Hendak ke mana pula

engkau, Buyung?” Ali Akbar tertegun, tertegak seperti patung.

“Duduk dahulu kembali, Buyung; ada yang hendak kukatakan,” katanya

pula dengan lemah-lembut. Dan ketika permintaannya itu sudah

diperkenankan oleh anaknya dengan berdiam diri-saja, disambungnyalah

perkataannya, “Heran aku melihat tingkah lakumu dalam beberapa pekan

ini. Dan rupamu pun sudah berubah benar, sudah jauh bertambah tua. Apa

yang engkau kerjakan, apa yang engkau risaukan?”

Tiada juga Ali Akbar membuka mulut, melainkan ia memandang kepada

ayahnya dengan mata yang agak liar.

“Coba katakan kepadaku terus terang, apa yang tersimpan dalam hatimu

sekarang?”

“Ayah,” kata Sutan Ali Akbar dengan menarik napas panjang, “Banyak

yang hamba pikirkan dan kerjakan; bukan sedikit yang hamba risaukan. Siapa

takkan risau dan susah, Ayah, adiknya hilang tak bercari dan lulus tak

berselami?”

Raja di Hulu termenung sejurus. “Kan sudah kita cari dan sudah kita

selami?” katanya kemudian dengan sayu. “Tidak bertemu, apa daya kita?”

“Dituntut belanya,” kata Ali Akbar dengan pendek, dan bulat bunyi

suaranya.

“Apa maksudmu?” tanya ayahnya dengan terkejut.

“Perlu jua hamba terangkan kepada Ayah lagi? Baik! Dituntutkan belanya,

kata hamba, sebab Ambun Suri bukan hanyut dengan tidak bersebab, Ayah!

la pergi mandi berdua saja dengan Kemala Sari, dengan bakal madunya; maka

syak hati hamba bahwa ia celaka kena fitnah, bahkan karena dicelakakan si

khianat....”

“Akbar! Ingat-ingat mengeluarkan perkataan!”

“Bukan hamba saja bersangka semacam itu, sekalian orang pun

berpendapat begitu juga: tetap mengatakan, bahwa Kemala Sari berdosa

132

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

kepada adik hamba... Jangan Ayah sela perkataan hamba dahulu, bah-kan

ada yang telah menerangkan kepada hamba, bahwa mundam si Upik bukan

hanyut, melainkan sengaja dihanyutkan oleh si khianat itu.”

“Benar?” kata Raja di Hulu dengan naik darah, dengan berang tiba-tiba,

sehingga bersinar-sinar matanya.

“Benar! Dan perkara ini sudah hamba sampaikan kepada Muhammad

Syah; hamba minta kepadanya, supaya Kemala Sari disiasat dan diperiksa.”

“Apa jawabnya?”

“Mula-mula ia terperanjat, seakan-akan percaya akan keterangan hamba

itu. la berjanji akan menyiasat istrinya. Tetapi keesokan harinya, ketika hamba

datang menghadap pula, berubah benar pendiriannya dari kemarin dahulu

itu. Hamba diusirnya seperti anjing ... di hadapan sultan tua. Katanya, hamba

mengada-ada saja, berbuat fitnah kepada istrinya yang “lurus” dan “baik-

hati” itu. Dan sultan Malafar Syah pun mengancam hamba akan

dibinasakannya, kalau hamba berani menyebut-nyebut perkara itu jua.”

“Hem, begitu?”

“Dan bukan hamba saja, Ayah, sekalian kaum keluarga hamba, Ayah

Bunda hendak dienyahkannya dari sini, dan harta benda kita akan

dirampasnya.”

“Betul begitu katanya?” ujar Raja di Hulu dengan keras, meradang ia

rupanya. “Begitu kata si tua bangka itu? Terlalu! Boleh dicobanya! Akan tetapi

jangan disangkakan aku seperti orang lain, seperti rakyat lain, yang suka saja

dikutak-katikkannya, dicucutnya darah dan benak kepalanya!”

Entah besar, entah terharu hati Ali Akbar melihat hal ayahnya berang

sedemikian, tak dapat ditentukan dengan pasti, sebab ia berkata dengan

tenang.

“Perlahan-lahan sedikit. Ayah. Hari malam... Tak usah Ayah campur

pula dalam perkara itu; biar hamba saja menyelesaikan dia, dan biar hamba

saja menuntut bela adik hamba.”

“Hendak engkau pengapakan putri Kemala Sari itu?”

“Sekarang kita tidak berhadapan terus dengan perempuan itu lagi,

melainkan dengan suaminya dan mertuanya.”

“Habis?”

Orang muda itu mendekatkan mulutnya ke telingan ayahnya, lalu

berbisik. “Sebelum hamba putar negeri ini, belum senang hati hamba. Dengan

sendirinya, kalau kehidupan sultan sudah terancam, Kemala Sari takkan

senang diam lagi. Dosanya akan menghukum jiwa raganya, Ayah!”

Raja di Hulu tercengang. Pada lakunya menegakkan kepalanya

memandang kepada anaknya nyata kelihatan bahwa ia ragu bimbang dan

kuatir sangat akan maksud orang muda itu. Dalam pada itu Ali Akbar berkata

pula dengan perlahan-lahan dan lambat-lambat, “Jangan Ayah cemas. Sudah

selesai belaka! Sekalian orang besar-besar, yang berkuasa benar kepada rakyat

dan rasa-rasa patut campur serta dapat berpihak kepada kita, sudah hamba

jelang dengan diam-diam dan sudah hamba tanyai nafsunya. Bagai mengayuh

biduk hilir,—sekaliannya mengeras supaya hamba segera memulai pekerjaan

itu.”

133

Disiplin Waktu

“Ali Akbar, Anakku,” kata Raja di Hulu dengan suara agak gemetar,

serta memperhatikan air muka anaknya. “Sampai ke situ tiada terpikir olehku!

Ingat, apa dan betapa akibat perbuatanmu itu kelak kepada negeri dan rakyat.

Tiada ada sesuatu putar negeri, pemberontakan atau peperangan yang tidak

menelan dan memusnahkan nyawa dan harta benda rakyat, Buyung!”

“Barangkali,—tetapi hamba membela adik hamba, dan rakyat hendak

melepaskan diri daripada kelaliman dan tindihan. Sekarang beri izin hamba

pergi ke rumah mamanda Raja Maulana, Ayah,” kata Sutan Ali Akbar sambil

bangkit berdiri, “ada suatu mupakat penting yang belum putus dengan dia.”

“Akbar! Sabar, tenangkan pikiranmu!”

“Apa guna hamba hidup lagi, jika malu yang sebesar ini tak dapat hamba

pupus?”

“Dasar pikiranmu hanya balas dendam.”

“Mungkin begitu mulanya. Akan tetapi sekarang, sebagai anak muda hamba

tak dapat membiarkan kelaliman terus-menerus. Hamba harus pula membela

rakyat, bagi masa yang akan datang. Sebab itu izinkan hamba pergi, Ayah.”

Raja di Hulu termenung sejurus, sambil mengernyitkan alis matanya.

Tiba-tiba ia pun berkata dengan tegas, “Sudah kaupikirkan benar-benar,

bahwa pihak sultan adalah mempunyai tulang punggung yang kuat?”

“Siapa? Rakyat sudah berpihak kepada kita sekaliannya.”

“Orang asing,—kompeni!”

Merah padam air muka orang muda itu, dan bertambah cepat jalan

darahnya.

“Oh, kalau sultan mau menjual negeri, semakin keraslah hasrat hati hamba

hendak menumbangkan dia dari atas singgasananya. Hal itu akan hamba

bicarakan dengan mamanda Raja Maulana dan kawan yang lain-lain kelak.”

“Baik,—dan sekali-kali jangan diabaikan perkara itu.”

“Nasihat Ayah itu akan hamba pegang teguh-teguh.”

Setelah itu ia pun turun ke halaman dengan hati-hati, lalu hilang di

dalam gelap gulita. Sungguh rakyat Inderapura sudah lama merasai,

menanggung dan menderitakan kelaliman dan keganasan sultan tua yang

loba tamak itu. Sungguh sudah lama terasa di hati rakyat hendak meluputkan

diri daripada tindihan, tetapi selama ini mereka itu tiada berani mengeluarkan

perasaan itu. Sakit hati rakyat tersimpan, tertanam saja di dalam dada masing-

masing. Seperti api dalam sekam,—menganguskan dan membakar jantung

hati dengan tiada berasap sedikit jua! Hanya bahwa perasaan sedemikian

lambat laun akan menyembur juga ke luar dengan hebat, mereka itu pun

yakin dan percaya semuanya.

Sakit hati! Bukan terhadap kepada Malafar Syah saja, tetapi kepada sultan

muda juga, karena ia tiada memperhatikan dan mempertahankan hak

rakyatnya. Cuma-cuma saja ia jadi sultan! Dan perkara kehilangan putri

Ambun Suri yang didiamkan itu pun menambah besar dendam kesemat rakyat

kepada Muhammad Syah yang lemah itu.

Dalam keadaan sedemikian, sedang hati rakyat mengkal semacam itu,

tiba-tiba Sutan Ali Akbar bergerak hendak merebut kekuasaan. Orang muda,

134

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

yang dikasihi rakyat, karena baik hatinya dan nyata ketangkasan dan

keberaniannya! Terbuka lubang kepundan gunung berapi... Dengan tidak

berpikir panjang lagi orang besar-besar berjanji erat hendak menyokong dan

menunjang cita-cita orang muda itu. Dengan segera mereka itu pun bersiap

akan melengkapkan alat senjata: parang, pedang, lembing, dan tombak diasah

tajam-tajam.

Inderapura akan menjadi medan perang...

N. St. Iskandar.2001.

Hulu Balang Raja

.

Jakarta: Balai Pustaka

2.

Menganalisis Novel Angkatan 20-an

Setelah kamu membaca ringkasan novel tersebut, bentuklah kelompok

diskusi yang terdiri atas empat atau lima orang. Diskusikan dalam

kelompokmu hal-hal berikut ini!

a. Sebutkan tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel tersebut!

b. Jelaskan karakter masing-masing tokoh!

c.

Jelaskan latar terjadinya cerita tersebut!

d. Apakah pesan atau amanat yang terdapat dalam cerita itu?

e.

Apakah tema cerita tersebut?

f.

Temukan adat atau kebiasaan yang terdapat dalam novel tersebut!

g. Apakah yang dapat kamu rasakan dari isi cerita tersebut dengan

kehidupan sekarang ini? Berikan tanggapanmu!

h. Adakah nilai sejarah yang dapat kamu temukan dalam cerita itu?

Unsur-unsur yang telah kamu diskusikan tersebut terdapat dalam teks

karya sastra (novel). Unsur-unsur yang teradapat dalam karya sastra seperti

itu disebut

unsur intrinsik

. Dengan demikian unsur-unsur intrinsik sebuah karya

sastra meliputi tema, tokoh, karakter tokoh, latar, alur, pesan atau amanat.

Apa yang kamu rasakan pada waktu membaca novel atau roman

hasil karya sastra lama? Adakah yang berbeda antara novel karya

sastra lama dengan karya sastra modern? Bagaimana perbedaan

adat, kebiasaan, dan etika antara karya sastra lama dengan

modern? Tentu perbedaan-perbedaan itu kamu temukan, sebab

karya sastra sebagaimana bahasa selalu berkembang sesuia dengan

zamannya. Demikian halnya dengan adat, kebiasaan, dan etika

yang terdapat dalam cerita. Sesuatu yang pada zaman dahulu

dianggap tabu mungkin sekarang ini sudah menjadi hal biasa.

Kamu harus dapat mengambil nilai-nilai yang baik dalam novel

untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

135

Disiplin Waktu

D.

Menulis Naskah Drama Berdasarkan

Cerpen yang Sudah Dibaca

Kemampuan apa yang harus kamu kuasai?

Setelah mempelajari materi dalam kompetensi dasar ini kamu diharapkan dapat:

1.

memilih cerpen yang cocok untuk menulis naskah drama.

2.

mengubah cerpen menjadi naskah drama yang siap dipentaskan.

Karya sastra terdiri atas tiga macam, yaitu puisi, prosa, dan drama.

Karya sastra prosa dapat diubah dalam bentuk drama, sebaliknya naskah

drama dapat juga diubah menjadi prosa. Hal ini dapat dilakukan karena

keduanya memiliki unsur-unsur yang hampir sama, meski ada perbedaan

yang mendasar. Unsur-unsur yang sama di antara keduanya misalnya tema,

penokohan, latar, alur, dan pesan.

Pengubahan bentuk prosa ke dalam bentuk drama dapat kita saksikan

dalam tayangan film atau sinetron yang banyak diangkat dari novel. Proses

pembuatan film dari novel sebuah novel proses melalui pengubahan prosa

berbentuk novel ke dalam naskah drama.

Prosa terdiri atas roman, novel, dan cerpen. Cerita pendek (cerpen)

sebagaimana novel dapat diubah bentuknya menjadi naskah drama. Supaya

pengubahan bentuk sastra ini berhasil, maka kita harus memahami isi cerpen

yang akan kita ubah. Selain itu, kita juga harus sudah memahami bentuk

naskah drama. Naskah drama ditulis dalam bentuk dialog atau percakapan

antarpelaku. Naskah drama ditulis untuk dipentaskan atau dipanggungkan.

Karena naskah drama ini dipentaskan, maka percakapan lebih banyak

dibandingkan ceritanya.

Mengubah cerpen menjadi teks drama menuntut kecermatan. Bahasa yang

dipergunakan harus lugas. Hal ini berbeda dengan bahasa novel yang cenderung

panjang dan bertele-tele. Bahasa memiliki kaitan langsung dengan dialog. Dialog

inilah yang akan diperankan dan diperagakan oleh pemain drama.

1.

Langkah-langkah Mengubah Cerpen Menjadi Teks

Drama

a. Menghayati tema cerpen. Tema merupakan ide pokok yang mendasari

penarasian sebuah cerita. Berangkat dari tema dapat diketahui ide

pokok sebuah cerita.

b. Cerpen dibagi menjadi beberapa bagian penting untuk kemudian

diubah menjadi babak. Cerpen biasanya terdiri atas beberapa bagian.

Bagian-bagian itu memuat beberapa peristiwa penting yang melandasi

cerita. Bab-bab yang tergolong penting itu selanjutnya diubah menjadi

beberapa babak untuk memaparkan peristiwa-peristiwa tertentu.

136

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

c.

Menyusun dialog berdasarkan konflik yang terjadi antartokoh. Tokoh-

tokoh yang terdapat dalam cerpen biasanya dirangkai oleh suatu

peristiwa yang didalamnya memiliki konflik-konflik. Konflik-konflik

yang terjadi antartokoh tersebut diubah menjadi dialog.

d. Membuat deskripsi-deskripsi untuk menjelaskan latar, akting atau

lighting.

Perhatikan contoh teks cerpen berikut ini!

...

Aku masuk ke kamar dan merebahkan badan di tempat tidur. Pikirkanku

melayang. Yang membuatku sedih adalah Ayah berjanji akan menghadiahiku

boneka beruang besar kalau nilaiku tetap bagus. Namun, dua hari lalu aku

harus menerima nasib buruk. Rapor cawu II ku jeblok. Angka 5 tertera di

barisan sejarah. Padahal di rapor sebelumnya aku menduduki peringkat ke-

3. Ayah belum tahu hasil raporku ini.

Menjelang malam, terdengar ketukan di pintu. Ayah lalu masuk sambil

menenteng bungkusan yang sangat besar. Wajah Ayah berseri-seri. Tetapi

aku justru sembunyi di balik bantal. Aku tak berani memandang wajah Ayah

yang berbinar-binar itu.

“Dewi!” sapa Ayah sambil duduk di pinggir tempat tidur. Aku tak berani

menjawab. Aku tahu Ayah pasti sangat marah. Kemudian, terdengar suara

Ibu yang juga ikut masuk ke kamarku.

“Dewi, bangun sayang!” kata Ibu sambil menyentuh pundakku.

“Masalah tidak akan selesai kalau kamu hanya sembunyi di balik bantal.”

Aku akhirnya menggeser bantalku. Sambil tertunduk, aku duduk di sisi

Ayah. Dengan memberanikan diri, kupandang wajah Ayah yang tampak

kecewa. Hatiku pedih.

“Maafkan Dewi, Yah!” kataku pelan. “Dewi terlalu banyak main. Jangan

marah ya, Yah!” Ayah menghela nafas.

“Ayah tidak marah. Nilai rapormu, kan, laporan dari hasil kerjamu sendiri

selama ini. Rapor-mu yang sebelumnya, kan, bagus. Sayang kalau hasil kerja

kerasmu dulu itu jadi sia-sia,” ujar Ayah sambil tersenyum ramah. Aku

terdiam.

...

Sumber:

Bobo

No. 52/XXIX Selasa, 7 Maret

2006

Apabila teks cerita di atas diubah menjadi teks drama, maka

perubahannya seperti berikut ini.

137

Disiplin Waktu

(Dewi masuk ke kamar dan merebahkan badan di tempat tidur.

Pikirannya melayang. Yang membuatnya sedih adalah Ayahnya berjanji akan

menghadiahi boneka beruang besar kalau nilainya tetap bagus. Namun, dua

hari lalu ia harus menerima nasib buruk. Rapor semester II-nya jeblok. Angka

5 tertera di barisan sejarah. Padahal di rapor sebelumnya ia menduduki

peringkat ke-3. Ayahnya belum tahu hasil rapornya ini.

Menjelang malam, terdengar ketukan di pintu. Ayah Dewi lalu masuk

sambil menenteng bungkusan yang sangat besar. Wajah Ayahnya berseri-

seri. Tetapi ia justru sembunyi di balik bantal. Dewi tak berani memandang

wajah Ayah yang berbinar-binar itu)

Ayah : Dewi!

(sambil duduk di pinggir tempat tidur. Dewi tak berani menjawab.

Ia tahu Ayah pasti sangat marah. Kemudian, terdengar suara Ibu yang

juga ikut masuk ke kamar Dewi.)

Ibu

: Dewi, bangun sayang!

(sambil menyentuh pundak Dewi)

Masalah tidak

akan selesai kalau kamu hanya sembunyi di balik bantal.

Dewi :

(Dewi menggeser bantalnya. Sambil tertunduk, duduk di sisi Ayah.

Dipandang wajah Ayah yang tampak kecewa. Hatinya pedih.)

Maafkan

Dewi, Yah!

(pelan.)

Dewi terlalu banyak main. Jangan marah ya,

Yah!

(Ayah menghela nafas.)

Ayah : Ayah tidak marah. Nilai rapormu, kan, laporan dari hasil kerjamu

sendiri selama ini. Rapormu yang sebelumnya, kan, bagus. Sayang

kalau hasil kerja kerasmu dulu itu jadi sia-sia.

(sambil tersenyum

ramah. Dewi terdiam.)

2.

Mengubah Cerpen Menjadi Teks Drama

Amati perbedaan atau perubahan naskah cerpen menjadi teks drama di

atas. Dalam teks drama penjelasan mengenai latar, akting maupun lighting

ditulis dalam tanda kurung dengan dicetak miring. Antara tokoh dengan dialog

dipisahkan dengan tanda titik dua ( : ), dicetak dengan jenis huruf normal.

Perhatikan perubahan kata ganti dari naskah cerpen ke naskah drama di atas!

Ubahlah penggalan cerpen berikut ini menjadi teks drama!

Perhatikan penggunaan kata ganti yang digunakan!

Percayai Aku, Bunda...

Oleh: Aat Danamihardja

“Hampir sampai, nih!” Jingga menepuk bahu Galih yang dari tadi bengong.

Galih menoleh sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan

kekagetannya.

Tapi...

138

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

“ Astaga!” Galih menepuk dahinya.

“Kenapa, Lih?” Jingga heran.

“Aku lupa minta ongkos pada Bunda, “Galih kebingungan.

“Ya sudah, pakai uangku saja,” Jingga memutuskan.

Begini jadinya kalau terlambat bangun, batin Galih. Pergi terburu-buru,

tanpa sarapan, dan yang paling parah, ya itu, lupa minta uang pada Bunda.

Bunda juga lupa sepertinya. Padahal pergi dan pulang sekolah Galih harus

naik bis kota. Belum lagi kalau lapar, harus jajan.

Tadi malam Galih memang susah tidur. Dia terus memikirkan sikap

bundanya yang tidak percaya padanya. Bunda menganggap Galih pemboros,

tak pandai mengatur uang, suka belanja, dan banyak lagi julukan lain yang

Bunda berikan pada Galih. Yang membuat Galih paling kesal, Bunda

memperlakukannya seperti anak kelas tiga SD. Uang saku diberikan setiap

mau berangkat sekolah. Sebel banget! Batin Galih.

“Bunda payah, Ga! Tidak mau memberiku uang saku bulanan. Padahal

kan, repot, kalau kejadian seperti ini terjadi. Untung ada kamu. Kalau tidak,

aku tidak tahu harus berbuat apa, “Galih melontarkan kekesalannya saat

mereka turun dari bis kota. Jingga tersenyum.

“Masih untung kamu dapat uang saku harian. Coba kalau tidak dapat

samasekali, kan lebih parah,” goda Jingga. “Eh, Lih! Mungkin bundamu punya

pertimbangan lain,” sambung Jingga.

“Pertimbangan apa? Pertimbangan pelit?”

“Ya... siapa tahu kamu pernah melakukan kesalahan. Sehingga bundamu

menganggap kamu pemboros. Coba ingat-ingat.”

“Mmm, aku memang dulu pernah melakukan kesalahan. Dulu Bunda

selalu memberiku uang saku untuk seminggu. Tapi baru hari keempat uang

itu selalu sudah habis. Sejak itu Bunda memberiku uang saku harian.”

“Nah, itu kamu tahu penyebabnya. Jadi memang ada alasannya, kan,

bundamu tidak memberi uang bulanan.”

“Ya... tapi itu kan dulu, Ga! Masa’ sekarang Bunda masih belum bisa

mempercayai aku.”

Jingga tersenyum. “Galih, kamu harus berusaha mengembalikan

kepercayaan Bunda dengan melakukan sesuatu.”

Galih mengernyit, “Melakukan apa?”

“Coba kamu sisihkan sebagian uang sakumu setiap hari. Tunjukkan pada

Bunda bahwa kamu bisa mengatur uang saku. Mudah-mudahan bundamu

akan berubah pikiran tentang kamu.”

“Kamu yakin itu akan berhasil?” Galih ragu.

“Coba dulu, baru kasih komentar!”

Ya, memang tak ada salahnya mengikuti saran Jingga, pikir Galih.

Lagipula saran Jingga cukup masuk akal. Mencoba mendapat kepercayaan

Bunda dengan melakukan sesuatu. Bukan dengan janji-janji.

Galih pun mulai menyisihkan uang sakunya. Ia juga mulai belajar

mencatat pengeluaran dan pemasukan uangnya sekecil apapun.Tanpa terasa

dua minggu pun berlalu.

139

Disiplin Waktu

“Ah...” Galih menarik napas lega memandangi lembaran ribuan di kotak

bekas coklat di atas meja belajarnya. “Coba dari dulu aku menabung,”Galih

bergumam lirih.

“Tak perlu menyesal. Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan,

sayang...” suara merdu berbisik di telinga Galih. Galih menoleh.

“Bunda...”

Bunda tersenyum sambil mengusap rambut Galih. “Bunda tahu kamu

sedang berusaha berubah. Diam-diam Bunda selalu mengikuti apa yang kamu

lakukan.”

“Terima kasih Bunda. Cuma...”Galih menggaruk-garuk kepalanya.

“Cuma apa!” Bunda mengerutkan dahinya.

“Bunda jangan bikin aku harus berhutang pada kondektur bis, dong!

Gara-gara Bunda lupa memberiku ongkos.”

Pulang sekolah hari ini aku semakin gelisah. Biasanya kalau Sabtu begini

aku paling bersemangat. Selain besoknya libur, hari Sabtu selalu istimewa

bagiku. Sebab ayahku yang bekerja di luar kota pasti pulang. Aku bertemu

Ayah hanya pada hari Sabtu dan Minggu.

Tetapi hari Sabtu kali ini suasananya berbeda sekali.

“Makan dulu, Wi! Tenagamu kan banyak berkurang di sekolah,” tegur

Ibu. Aku hanya menggeleng.

“Masih kenyang, Bu.”

Aku masuk ke kamar dan merebahkan badan di tempat tidur. Pikirkanku

melayang. Yang membuatku sedih adalah Ayah berjanji akan menghadiahiku

boneka beruang besar kalau nilaiku tetap bagus. Namun, dua hari lalu aku

harus menerima nasib buruk. Rapor cawu II ku jeblok. Angka 5 tertera di

barisan sejarah. Padahal di rapor sebelumnya aku menduduki peringkat ke-

3. Ayah belum tahu hasil raporku ini.

Menjelang malam, terdengar ketukan di pintu. Ayah lalu masuk sambil

menenteng bungkusan yang sangat besar. Wajah Ayah berseri-seri. Tetapi

aku justru sembunyi di balik bantal. Aku tak berani memandang wajah Ayah

yang berbinar-binar itu.

“Dewi!” sapa Ayah sambil duduk di pinggir tempat tidur. Aku tak berani

menjawab. Aku tahu Ayah pasti sangat marah. Kemudian, terdengar suara

Ibu yang juga ikut masuk ke kamarku.

“Dewi, bangun sayang!” kata Ibu sambil menyentuh pundakku.

“Masalah tidak akan selesai kalau kamu hanya sembunyi di balik bantal.”

Aku akhirnya menggeser bantalku. Sambil tertunduk, aku duduk di sisi

Ayah. Dengan memberanikan diri, kupandang wajah Ayah yang tampak

kecewa. Hatiku pedih.

“Maafkan Dewi, Yah!” kataku pelan. “Dewi terlalu banyak main. Jangan

marah ya, Yah!” Ayah menghela nafas.

“Ayah tidak marah. Nilai rapormu, kan, laporan dari hasil kerjamu sendiri

selama ini. Rapor-mu yang sebelumnya, kan, bagus. Sayang kalau hasil kerja

kerasmu dulu itu jadi sia-sia,” ujar Ayah sambil tersenyum ramah. Aku

terdiam.

140

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

Ayah berdiri lalu menyerahkan bungkusan yang tadi dibawanya.

“Boneka ini Ayah beli untukmu. Apapun hasil rapormu, terimalah!”

Aku menerima boneka itu dengan hati pedih.

Ketika Ayah kembali ke luar kota, aku hanya bisa menatap mata bening

beruang yang memandangiku. “Beruang, duduklah di situ untuk melihatku

belajar. Kalau aku malas lagi, aku akan mengingatmu sebagai hadiah atas

kesalahanku.”

Boneka itu masih duduk di atas tempat tidurku. Aku bisa memandanginya

setiap saat. Kini boneka beruang itu menjadi peringatan ketika aku mulai

malas belajar. Pandangan matanya seperti memberiku peringatan.

Sumber:

Bobo

No. 52/XXIX Selasa, 7 Maret

2006

Perubahan apa yang sekarang terjadi pada dirimu? Kamu sekarang

memiliki keterampilan baru, bukan? Keterampilan mengubah

bentuk prosa ke dalam naskah drama akan menjadi modal bagi

kamu jika kamu bercita-cita menjadi penulis skenario film yang

andal. Kamu juga dapat mementasakan cerpen atau cuplikan

novel untuk acara-acara penting di sekolahmu. Terus kembangkan

kemampuanmu.

Pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang

ditujukan kepada orang banyak. Ceramah merupakan pidato oleh seseorang

di hadapan banyak pendengar yang membicarakan suatu hal. Sedangkan

Khotbah adalah pidato terutama yang menguraikan tentang ajaran agama.

Dari pengertian-pengertian itu dapat disimpukan bahwa antara pidato,

ceramah dan khotbah pada dasarnya memiliki persamaan yaitu

pengungkapan pikiran di hadapan orang banyak melalui ujaran dengan cara-

cara tertentu. Isi pidato dapat disimpulkan dengan cara mencatat hal-hal

penting isi pidato kemudian menyimpulkannya.

Teknik berpidato meliputi 1) metode impromptu, yaitu metode pidato

yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa adanya persiapan sama sekali. 2) metode

ekstemporan, yaitu pidato dilakukan tanpa adanya naskah pidato, akan tetapi

141

Disiplin Waktu

pembicara masih mempunyai kesempatan untuk membuat kerangka isi pidato.

3) metode membaca naskah, biasanya dilakukan untuk menyampaikan

pernyataan-pernyataan resmi: pidato kenegaraan, pidato sambutan

peringatan hari besar nasional, dan lain-lain 4) Metode menghafal, yaitu

pembicara memiliki waktu yang cukup untuk merencanakan, membuat

naskah, dan menghafalkan naskah.

Karya sastra yang diciptakan pada masa sekarang jelas berbeda dengan

karya sastra yang diciptakan pada tahun 20-an atau 30-an. Kebiasaan, adat,

dan etika yang dilukiskan di dalamnya merupakan penggambaran situasi

pada masa itu. Dengan demikian kebiasaan, adat, etika, dan pola pikir tokoh-

tokohnya tentu berbeda dengan novel yang diciptakan pada sekarang. Namun

demikian tentu saja masih banyak juga adat, kebiasaan, etika dan pola pikir

masa itu yang masih relevan dengan situasi sekarang.

Cerpen dapat diubah ke dalam bentuk drama, sebaliknya naskah drama

dapat juga diubah menjadi prosa. Pengubahan bentuk prosa ke dalam bentuk

drama dapat dilihat dalam tayangan film atau sinetron yang banyak diangkat

dari novel. Pengubahan bentuk sastra ini dapat dilakukan dengan memahami

isinya. Naskah drama ditulis dalam bentuk dialog atau percakapan

antarpelaku. Naskah drama ditulis untuk dipentaskan atau dipanggungkan.

Karena naskah drama ini dipentaskan, maka percakapan lebih banyak

dibandingkan ceritanya.

1. Dengarkan pidato/ceramah/khotbah yang akan diperdengarkan

Bapak/Ibu Guru. Catatlah hal-hal penting isi pidato, kemudian buatlah

kesimpulannya! Naskah pidato/ceramah/khotbah dapat dilihat dalam

lampiran buku ini!

2. Buatlah kerangka pidato sambutan perpisahan di sekolahmu!

3. Temukan kebiasaan, adat atau etika dalam kutipan novel 20-an atau

30-an berikut ini!

Bacalah ringkasan novel berjudul Azab dan Sengsara berikut ini!

Mencari Pencuri Anak Perawan

Oleh Suman Hs.

Syah dan pada keesokan harinya, fajar mulai menyingsing dan lautan

masih kabut kelabu putih. Maka nampaklah pada bekas sampan yang dua

buah semalam, sebuah kici besar bertiang dua. Sungguhpun hari masih kelam

anak kici ini sudah bangun dan berkeliaran belaka. Mereka asyik

membersihkan kici itu. Kurung dan geladak sudah bersih, perkakas-perkakas

teratur pula. Tempat siapakah yang dipersiapkan oleh mereka itu atau kadar

hendak menunjukkan kasih sayangnya kepada “Seri Bulan” kici yang sudah

separuh umur itu? Dengan demikian jadilah Seri Bulan bertambah muda dan

142

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

ia pun menegun pada tali sauhnya, amat hebat nampaknya.

Sejam berjalan sudah.

Cahaya Samsu mulai membayang. Kuning merah seribu warna telah

terbentang di kaki langit. Indah di pandang, molek ditengok. Laksana dewi

turun bersiram. Dalam pelukan keindahan alam yang lengang merayukan

itu, maka kelihatan sebuah perahu keluar dari muara menuju Seri Bulan.

Dalam perahu itu duduk seorang perempuan , dua orang laki-laki dan adalah

pula dua orang mendayungkan perahu itu.

Setelah perahu itu mendekati maka awak Seri Bulan menurunkan tangan

dan sebentar lagi naiklah ketiga musafir itu ke atas geladak. Segala barang-

barang dan bekal-bekalan dinaikkan belaka lalu dimasukkan ke dalam kurung.

Sesudah tukang dayung tadi mengucapkan selamat jalan, Seri Bulan

pun membongkar sauh. Layar ditarik dan ketika itu juga berlayarlah ia dengan

amannya.

Maka berserulah Sir Joon kepada pelayannya itu,”Tan, Sediakanlah

makanan kami, perutku lapar amat. Barang-barang ini biarlah aku kemaskan.”

Pelayan yang setia itu tersenyum. “Sekarang Tuan tentu sudah dapat

menolong saya,” katanya. “Bukankah tadi pagi tuan yang patah itu sudah

sembuh?”

Anak muda itu tertawa-tawa.”Engkau nakal amat,” katanya. Dalam pada

itu ia menjeling si Nona yang duduk di sisinya itu. Anak gadis itu menjeling

kekasihnya maka katanya,”Engkau berhutang budi kepada pelayan itu.”

Kedua asyik dan mahsyuk itu berpandang-pandangan. Dari kilat mata

keduanya memancarlah sinar kasih dan cinta yang tulus ikhlas. Yang tak

mungkin putus begitu saja, selagi hayat dikandung badan. Itulah bahagia

berkasih sayang.

Dua belas jam lalu pula.

Sang suria hampir maherat, terik samsu berubah sudah. Tadi membakar

sangat, kini reda menglipur lara. Dewasa itu duduklah Sir Joon dengan si

Nona di atas sebuah bangku-bangku di buritan Seri Bulan yang dengan tenaga

layarnya menyibak air. Kedua kasih mengasih dan cinta mencintai itu lengah

memandang tabir samsu aneka warna.

“Sekarang dapatlah engkau agaknya menceritakan sekalian tipu

muslihatmu itu kepadaku Joon,” ujar gadis itu dengan senyumnya. Atau

belumkah lagi engkau menaruh kelapanagan?”

“Sudah lebih dari kelapangan, masnisku,” jawab yang ditanya.

“Bukankah engkau sudah kusimpan dalam kalbuku?”

Anak gadis itu melengus. “Kuncilah pintunya erat-erat,” katanya, “Supaya

jangan ia dicuri orang pula.”

“Agaknya pekerjaan kita itu tidak demikian langsugnya,” demikian Sir

Joon memulai ceritanya kepada pencuri hatinya itu,”Jika orang putih kapal

perang itu tidak langsung mengajak kami beradu bola. Mulanya aku kuatir,

kalau-kalau permainan itu diurungkan saja, karena hari hujan. Mujurlah juga

keesokan harinya permainan itu menjadi juga. Sebenarnya sedikit pun aku

tidak disinggung oleh orang putih itu; tetapi aku dapat menjatuhkan diriku

tengah orang bergelut amat, hingga tak seorang punmenyangka perbuatan

143

Disiplin Waktu

itu aku sengajakan. Bahkan kebanyakan orang cemas, kalau-kalau aku mati

di situ jua. Ada juga aku berniat sehari sebelum itu menimpang-nimpangkan

kaki dengan mengatakan aku jatuh waktu memanjat, tetapi kemudian terpikir

pula, kalau-kalau orang banyak kurang percaya akan kataku itu karena orang

tak ada yang melihat. Maksud itu aku urungkan dan menjatuhkan diri dalam

gelanggang permainan itulah yang kulakukan. Lebih aman rasanya, kerana

beratus, ya, hampir beribu orang menyaksikan aku separuh mati itu. Dengan

demikian tiadalah seorang manusia boleh menyangka dalam dua atau tiga

hari aku dapat sembuh benar.”

“Kalau begitu engkau lebih nakal daripada pelayan itu,” ujar si Nona.

Lengan anak muda itu dicubitnya kuat-kuat. Cubit yang serupa itulah agaknya

yang dikatakan orang kini cubit geram, yaitu siksaan yang memberikan

kesenangan.

“Yang sangat kukuatirkan,” ujar Sir Joon menyambung ceritanya,” ialah

malam aku melarikan engkau itu. Aku takut kalau-kalau pelayan itu masuk

langsung ke kamar tidurku, kerana sebagai engkau ketahui juga, dia tak

berbeda dengan engkau yaitu sama-sama kasih padaku.”

Si Nona menggigit bibirnya, Sekali lagi ia mencubit kekasihnya itu.

“Tetapi untunglah ia tak langsung masuk ke dalam kamar itu, kadar

mengintai dari pintu sahaja. Dan dari situ nampaklah kepadanya di atas

tempat tidur Sir Joon buatan, yaitu dua buah bantal guling aku selubungi

dengan selimut. Jika dipandang dari jauh, tak ubah seperti manusia yang

tidur berselubung. Kalau diketahui yang terguling itu bukan Sir Joon, niscaya

ia keluar mencari-cari serupa itu niscaya batallah niat kita ini.”

Cendrawasih ini tersenyum simpul. “Engkau cerdik sekali,” katanya

mabuk kesiangan.

“Paginya pun aku bimbang pula, yaitu ketika si Tan mengabarkan

pendengaran dan penglihatannya malam itu kepada empat lima orang kawan-

kawanku. Untunglah cerita itu tak masuk ke dalam akal yang mendengarnya.

Dan dia pun lekas pula sesatan.”

“Kukatakan itu angan-angan belaka. Yang nampak olehnya hanya

bayangan badanku, bukan Sir Joon yang sejati. Heran aku mengapa sebentar

itu juga aku mendapat petunjuk akan meragukan pelayan itu.”

“Mengapa engkau tak mufakat terlebih dahulu dengan pelayan itu,

supaya ia jangan salah raba?” ujar Nona, merasa dirinya lebih pandai sedikit

dari orang yang di sisinya itu.

....

4. Tulislah naskah drama berdasarkan kutipan cerpen berikut ini!

...

Karena terlambat kurang dari lima menit dan masuk dengan wajah yang

terlihat murung, Pak Satpam membiarkan saja dia lansung masuk ke kelas.

Dia pasrah saja kalau nanti teman-temannya menjelek-jelekkan klub sepak

bola yang selama ini dibangga-banggakannya.

144

Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs IX

Dia menarik nafas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam kelas.

“Selamat ya Ko!!” kata seorang temannya.

Dengan perasaan kaget dan sedikit tak percaya, Niko langsung menuju

ke bangkunya. Sesaat kemudian, Ibu guru yang sedari tadi diam pun

menghanpirinya.

“Ujian matematikamu dapat nilai sepuluh. Kamu meraih nilai ujian

terbaik di antara seluruh murid kelas dua dan direkomendasikan untuk

mengikuti olimpiade matematika se-Jawa Timur,” kata bu guru.

Niko pun seakan tak percaya. Dia menjadi sadar bahwa hal inilah yang

harusnya dibangga-banggakannya di hadapan orang tua dan teman-

temannya, bukan Manchester United.

Itulah seorang Niko Pramono. Seperti bentuk huruf terakhir dari

namanya, dia bertubuh gendut, berpipi tembem, dan berperut tambun. Agak

kurang proporsional untuk menjadi pemain sepak bola.

Selain suka minum susu, dia hobi makan dan tidur, dua hal yang mungkin

sangat bertolak belakang dari keseharian pemain sepak bola. Tak apalah dia

tidak mendapatkan kostum nomor sepuluh di skuad Manchester United.

Mendapat nilai sepuluh di ujian matematika sudah cukup baginya.

“Ko, jagoanmu kalah ya!” tiba-tiba salah seorang teman laki-laki berteriak

padanya.

Penulis adalah mahasiswa ITS, Surabaya.

Jawa Pos,

Senin, 24 Sept 2007,